Hydrogen Fueled Vehicle

Perkembangan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) semakin menarik perhatian banyak pihak, mulai dari pemerintah, industri otomotif, hingga akademisi. Dorongan untuk mengembangkan mobil listrik bukan tanpa alasan. Krisis energi fosil yang semakin kritis, dipadukan dengan isu pemanasan global akibat akumulasi emisi gas rumah kaca, menjadi latar belakang mendesak bagi pergeseran paradigma transportasi masa depan.

Indonesia sendiri sudah menunjukkan komitmen kuat untuk menurunkan carbon footprint melalui berbagai kebijakan dan kesepakatan internasional. Salah satunya adalah target net zero emission yang disampaikan Presiden dalam forum global. Dalam kerangka kebijakan ini, kendaraan listrik diproyeksikan sebagai salah satu solusi andalan untuk menurunkan emisi karbon dan memanfaatkan potensi energi baru terbarukan.

Namun, di balik optimisme tersebut, terdapat tantangan nyata yang harus diperhitungkan dengan cermat. Salah satunya adalah ketersediaan material baterai. Bahan seperti litium, kobalt, dan nikel jumlahnya terbatas, distribusi geografisnya tidak merata, dan rantai pasoknya rentan terhadap konflik geopolitik. Dengan keterbatasan cadangan mineral tersebut, mustahil seluruh kebutuhan kendaraan dunia bisa sepenuhnya bergantung pada baterai litium dalam jangka panjang.

Selain itu, isu limbah baterai bekas juga menjadi pekerjaan rumah besar. Teknologi battery recycling masih dalam tahap pengembangan dan belum sepenuhnya ekonomis untuk skala massal. Jika tidak ditangani serius, tumpukan baterai bekas dapat memicu persoalan lingkungan baru, mulai dari pencemaran logam berat hingga risiko kebakaran.

Melihat kondisi ini, alternatif penggunaan kendaraan hidrogen berbasis fuel cell juga semakin banyak diperbincangkan. Mobil hidrogen menawarkan beberapa keunggulan yaitu emisi buang berupa uap air, jarak tempuh yang panjang, dan pengisian bahan bakar yang lebih cepat dibanding baterai. Namun, realitas di lapangan menunjukkan sekitar 95% produksi hidrogen dunia saat ini masih menggunakan proses steam methane reforming atau coal gasification, yang ironisnya tetap bergantung pada bahan bakar fosil.

Tantangan yang lebih mendasar adalah bagaimana kita menghasilkan hidrogen yang benar-benar bersih. Salah satu peluang paling menjanjikan adalah pemanfaatan energi foton matahari untuk memecah molekul air menjadi hidrogen melalui proses fotokatalitik. Teknologi ini sedang dikembangkan di banyak negara maju, meskipun masih memerlukan riset lanjutan terutama pada sisi efektivitas katalis dan biaya produksinya.

Bagi mahasiswa dan peneliti Teknik Mesin, kondisi ini menjadi medan belajar yang sangat luas. Di sinilah kompetensi rekayasa material, termodinamika, dan desain sistem energi berpadu. Tantangan dan peluang kendaraan listrik bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga menyangkut kebijakan, keberlanjutan, dan tanggung jawab moral generasi kita terhadap bumi.

Program Studi Teknik Mesin mendorong seluruh sivitas akademika untuk aktif mengambil peran dalam pengembangan teknologi transportasi rendah emisi, baik melalui riset, inovasi desain, maupun pengabdian kepada masyarakat. Dengan pemahaman komprehensif dan semangat kolaborasi lintas disiplin, kita bersama-sama bisa menjawab tantangan global menuju masa depan transportasi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Yuk, Ikuti Media Sosial Kami!
Dapatkan informasi terbaru, inspirasi, dan berbagai kegiatan menarik lainnya dengan mengikuti akun resmi kami di media sosial.

Β Β 

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak digital ya..