Limbah industri tahu kerap menjadi masalah lingkungan di berbagai daerah, termasuk di Desa Sugihmanik, Kabupaten Grobogan. Puluhan UMKM di sana memproduksi tahu setiap hari, namun limbah cair yang dihasilkan justru mencemari lingkungan sekitar karena tidak dikelola dengan baik. Melihat persoalan tersebut, tim dosen dari Program Studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) bersama mitra dari Universitas Diponegoro tergerak untuk membawa solusi.
Melalui kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), tim mengembangkan sistem pemanfaatan limbah menjadi energi, khususnya konversi biogas menjadi listrik. Teknologi ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga dapat membantu UMKM menekan biaya operasional, terutama kebutuhan listrik.
Mengubah Limbah Menjadi Energi
Proses dimulai dengan mengumpulkan limbah cair tahu ke dalam tangki fermentasi (digester) yang tertutup rapat. Di dalam tangki ini, limbah mengalami proses fermentasi anaerob dan menghasilkan biogas yang kaya akan metana (CH₄). Gas ini kemudian dialirkan menuju mesin pembakaran, yakni mesin bensin yang telah dimodifikasi agar bisa menggunakan biogas sebagai bahan bakarnya.
Mesin yang menyala akan menggerakkan generator, dan menghasilkan listrik sebesar ±1000 watt. Listrik ini digunakan untuk kebutuhan dasar industri seperti pompa air dan lampu penerangan.
Tantangan dalam Implementasi
Meski konsep teknologi ini sederhana dan aplikatif, implementasinya di lapangan tidak berjalan tanpa tantangan. Tim menghadapi beberapa kendala teknis yang harus diatasi melalui uji coba berulang.
Salah satu kendala utama adalah kualitas biogas yang bergantung pada waktu fermentasi. Jika fermentasi belum sempurna, gas yang dihasilkan tidak cukup kuat untuk menyalakan mesin. Proses fermentasi ideal biasanya membutuhkan waktu 10–14 hari.
Selain itu, diperlukan pengaturan rasio campuran antara biogas dan udara agar pembakaran berjalan efisien. Campuran yang terlalu kaya gas menyebabkan mesin tidak stabil, sementara jika terlalu miskin, tenaga yang dihasilkan tidak optimal.
Masalah lain yang dihadapi adalah pengaturan waktu pengapian. Karakteristik pembakaran gas metana berbeda dengan bensin, sehingga pengapian harus diatur ulang agar sesuai. Mesin juga mengalami peningkatan rasio kompresi, yang menuntut modifikasi pada ruang bakar dan sistem kontrol.
Tak hanya itu, perakitan komponen pendukung seperti gas mixer dan sistem filter juga cukup rumit karena tidak tersedia secara komersial dan harus dibuat manual.
Namun berkat kerja keras dan pendekatan rekayasa yang tepat, semua kendala ini dapat diatasi secara bertahap. Alat berhasil diuji dan mampu memberikan suplai listrik secara mandiri kepada mitra UMKM.
Dampak Nyata bagi Masyarakat
Teknologi ini membawa manfaat ganda bagi masyarakat Desa Sugihmanik. Di satu sisi, pencemaran lingkungan akibat limbah industri tahu dapat dikurangi. Di sisi lain, biaya produksi UMKM menjadi lebih hemat berkat berkurangnya ketergantungan pada listrik PLN.
Lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi wahana pembelajaran langsung bagi mahasiswa Teknik Mesin UNIMMA dalam mengembangkan, menguji, dan menerapkan teknologi tepat guna di masyarakat. Hal ini sejalan dengan semangat Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mendorong mahasiswa untuk belajar dari dunia nyata.
Kegiatan ini menjadi langkah awal menuju desa mandiri energi, sekaligus contoh nyata bahwa teknologi sederhana pun bisa membawa perubahan besar jika diterapkan dengan tepat sasaran.
