Mengapa mahasiswa Teknik Mesin perlu belajar technopreneurship?
Pertanyaan ini sering muncul di awal perkuliahan saya. Banyak mahasiswa dan mungkin juga masyarakat umum mengira bahwa setelah lulus kuliah, satu-satunya pilihan adalah mencari kerja. Padahal, dalam kondisi ekonomi yang makin dinamis seperti sekarang, justru lebih penting untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan menciptakan pekerjaan.
Melalui mata kuliah Technopreneurship di Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), saya mengajak mahasiswa untuk mulai memikirkan jalur karier alternatif: menjadi technopreneur.
@mujisetiyo_ Dunia kerja makin ketat, persaingan makin nyata. Punya skill yang relevan dan bisnis sendiri adalah bentuk investasi terbaik untuk masa depanmu ✨ Jangan cuma jadi penonton, jadilah pelaku! BTW, belajar itu ga harus di ruang kelas 😄 @unimma.idn @Diunimmaaja #teknikmesin #unimma #bisnis #technopreneur
Antisipasi Tantangan Dunia Kerja
Saat ini, kita menghadapi realitas pahit: kelebihan pencari kerja dan minimnya lapangan pekerjaan baru. Jangan sampai lulusan perguruan tinggi justru menambah beban ekonomi nasional karena tidak siap menghadapi pasar kerja yang kompetitif. Terlebih lagi, pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun ke depan diprediksi belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja baru yang sebanding dengan jumlah lulusan perguruan tinggi. Maka, solusinya adalah: menciptakan pekerjaan, bukan hanya mencari pekerjaan. Teknopreneurship memberi ruang untuk itu. Dan perguruan tinggi, sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat, adalah tempat terbaik untuk mulai melatih jiwa wirausaha berbasis teknologi.
Dari Gagasan ke Simulasi Bisnis
Di kelas Technopreneurship, kami tidak hanya bicara teori. Kami mengembangkan simulasi bisnis teknologi berdasarkan ide-ide mahasiswa. Beberapa gagasan yang pernah muncul:
-
Ide tentang rak kunci berbasis papan magnetik agar lebih steril dari debu dan oli, serta mempermudah pencarian alat.
-
Gagasan mesin pengering ampas tahu sebagai pakan ternak yang lebih tahan lama dan ekonomis.
-
Rencana pengembangan mesin alat puyer yang bisa dipasarkan ke SMK-SMK farmasi, membuka peluang bisnis sekaligus solusi praktis di bidang pendidikan farmasi.
Setiap ide kami bahas dalam kelas secara terbuka. Mahasiswa belajar mengidentifikasi kebutuhan pasar, merancang solusi teknis, dan memproyeksikan potensi bisnisnya.
Kuliah yang Hidup dan Interaktif
Saya selalu menekankan bahwa perkuliahan Technopreneurship bukan ruang kuliah satu arah. Kita harus menciptakan diskusi yang hidup. Mahasiswa saya minta aktif: berpikir, berpendapat, dan membangun gagasan. Kuliah Technopreneurship kali ini tidak berlangsung di ruang kelas kampus. Kami sengaja memindahkan suasana belajar ke luar, yaitu di Café Cold ‘N Brew Magelang. Saya ingin mahasiswa belajar dalam suasana santai, nyaman, namun tetap serius. Suasana café memancing mahasiswa lebih rileks dalam berdiskusi, berani menyampaikan ide, dan berpikir kreatif. Saat kuliah di café, diskusi lebih cair. Mahasiswa tampak lebih antusias mengajukan gagasan-gagasan mereka, dari yang sederhana hingga inovatif.
Bahkan, saya biasa bilang: “Kalau minggu depan mau kuliah dengan saya, malam sebelumnya harus sudah berpikir: apa yang akan saya diskusikan?” Kenapa? Karena kelas bukan tempat duduk pasif, tapi ruang tumbuhnya kreativitas. Ketika mahasiswa datang dengan gagasan, maka kuliah menjadi lebih bermakna dan membentuk mindset kewirausahaan yang kuat.